The Act of Killing (Jagal)
Ini adalah film dokumenter yang luar biasa. Dari satu sudut pandang memang, seperti juga kebanyakan produk produk budaya yang memandang suatu kejadian yang telah terjadi alias sejarah. Tapi tetap membuat mata saya memelototin layar monitor 14 inchi dari sebuah laptop lokal dengan penuh rasa ingin tahu dari menit ke menit cerita. Bangsat.
Ini adalah tentang tragedi 1965, pembantaian massa PKI, yang difokuskan pada satu lokasi yakni Sumatera Utara, dan satu organisasi, Pemuda Pancasila. Diangkat ke dalam film ini kisah Anwar Kongo, seorang preman di masanya, juga seorang anggota ormas Pemuda Pancasila.
Dari detik ke detik kita disuguhkan oleh pengakuan yang jujur dari Anwar Kongo, bagaimana dia terlibat dalam pembunuhan massal tersebut, kebanggaannya, dan bagaimana dia mengalami trauma dan berusaha mengatasi bayangan bayangan buruk peristiwa pembantaian yang dilakukannya tersebut.
Adalah menyedihkan (dalam arti sesungguhnya) ketika dia merenung dalam sebuah scene yang memperlihatkan dimana dia melihat rekaman rekonstruksi kejadian yang dulu dia lakukan sendiri. Mungkin dia tak mampu membayangkan betapa kejamnya ia di masa itu, tapi ia terjebak pada situasi yang mengharuskan ia untuk "membunuh atau dibunuh".
Sadis memang, tapi saya tak ingin membahas siapa yang salah dan siapa yang benar, karena peristiwa yang telah lewat selalu kabur, bahkan gelap. Kita boleh menilai dari sudut pandang kita, tapi yakinkan itu hanyalah kebenaran dari versimu sendiri dan berlaku lokal, untukmu sendiri. dan orang lain, dalam hal ini pelaku, sah sah saja mempunyai pandangan yang sama sekali lain dari apa yang kau yakini. Okelah, pembunuhan itu salah. Tapi tak cukup jelas apakah para pelaku, seperti Anwar kongo, adalah benar benar pelaku, ataukah hanya korban dari sebuah situasi yang memang dirancang oleh seseorang/sekelompok orang yang menginginkan suatu keuntungan dari kejadian 1965 itu?
Ini adalah tentang tragedi 1965, pembantaian massa PKI, yang difokuskan pada satu lokasi yakni Sumatera Utara, dan satu organisasi, Pemuda Pancasila. Diangkat ke dalam film ini kisah Anwar Kongo, seorang preman di masanya, juga seorang anggota ormas Pemuda Pancasila.
Dari detik ke detik kita disuguhkan oleh pengakuan yang jujur dari Anwar Kongo, bagaimana dia terlibat dalam pembunuhan massal tersebut, kebanggaannya, dan bagaimana dia mengalami trauma dan berusaha mengatasi bayangan bayangan buruk peristiwa pembantaian yang dilakukannya tersebut.
Adalah menyedihkan (dalam arti sesungguhnya) ketika dia merenung dalam sebuah scene yang memperlihatkan dimana dia melihat rekaman rekonstruksi kejadian yang dulu dia lakukan sendiri. Mungkin dia tak mampu membayangkan betapa kejamnya ia di masa itu, tapi ia terjebak pada situasi yang mengharuskan ia untuk "membunuh atau dibunuh".
Sadis memang, tapi saya tak ingin membahas siapa yang salah dan siapa yang benar, karena peristiwa yang telah lewat selalu kabur, bahkan gelap. Kita boleh menilai dari sudut pandang kita, tapi yakinkan itu hanyalah kebenaran dari versimu sendiri dan berlaku lokal, untukmu sendiri. dan orang lain, dalam hal ini pelaku, sah sah saja mempunyai pandangan yang sama sekali lain dari apa yang kau yakini. Okelah, pembunuhan itu salah. Tapi tak cukup jelas apakah para pelaku, seperti Anwar kongo, adalah benar benar pelaku, ataukah hanya korban dari sebuah situasi yang memang dirancang oleh seseorang/sekelompok orang yang menginginkan suatu keuntungan dari kejadian 1965 itu?
Persetan dengan itu semua, tonton saja, ambil sisi hiburannya. Dan selamat bersenang.
Comments
Post a Comment