Cerita dari Sungai Pekalen: catatan perjalanan pengarungan sungai pekalen (25-27 Desember 2011)




Hujan gerimis turun membasahi kota Jogja, saat perjalanan ini kami mulai. Diantar beberapa teman, kami bertujuh dari Mapala Silvagama (Sulung, Andre, Adnin, Panji, Sidik, Faisol, dan aku sendiri), ditambah seorang lagi dari Palapsi, Reza berangkat dari Stasiun Lempuyangan menuju kota Probolinggo. Mengarungi Sungai Pekalen adalah tujuan dari perjalanan kami kali ini. Telah lama kami berencana mengarungi sungai ini, dan kini tibalah waktu yang ditunggu itu. Mengarungi sebuah sungai indah yang berarus deras dan penuh jeram, sebuah sungai di kabupaten Probolinggo, Sungai Pekalen.

Perjalanan dengan kereta api menghabiskan waktu ± 8 jam. Seperti biasa, didalam gerbong, suara bising mesin kereta berpadu dengan riuh rendah puluhan pedagang asongan dan pengamen yang datang silih berganti, ciri khas kereta api kelas ekonomi. Para pedagang menawarkan apa saja,  makanan, minuman, buku, alat kosmetik, hingga mainan anak anak. Para pengamen menyanyikan apa saja, lagu dangdut, pop, slow rock, country, dan apa saja yang bisa mereka nyanyikan. Ada yang bernyanyi sekedarnya dengan hanya bertepuk tangan, hingga yang berformat band dengan alat musik lengkap dengan gitar, bas betot, gendang, dan biola. Alhasil, perjalanan dengan kereta ekonomi tak akan pernah terasa sepi.

Pukul 4 sore sampai juga kami di Stasiun Probolinggo. Hujan deras menyambut kedatangan kami di kota ini. Di stasiun, kami bertemu dengan seorang lagi dari Plantagama, Argo. Jadilah kami bersembilan untuk pengarungan kali ini. Malam ini kami akan menginap di rumah Faisol. Dijemput oleh bapaknya Faisol, kami menembus hujan deras menuju rumah Faisol di daerah Kraksan.

Berita Mengejutkan

Sungai Pekalen yang  membelah kabupaten Probolinggodi tiga kecamatan, Tiris, Maron, dan Gading ini berhulu pada Gunung Lamongan dan bermuara di Pajarakan. Setidaknya ada tiga operator arung jeram yang menjalankan pengelolaan wisata arung jeram di Pekalen, yakni SONGA, NOARS, dan REGULO, yang menjadi pengelola dan penyedia jasa arung jeram di sungai ini.

Untuk arung jeram, sungai ini di bagi menjadi tiga bagian yaitu Pekalen atas sepanjang 12 km, Pekalen Tengah sepanjang 7 km, dan Pekalen Bawah sepanjang 10 km. Namun pekalen tengah biasanya tidak dibuka untuk paket fun rafting. Beberapa jeram di bagian ini tidak bisa dilalui dengan perahu karet sehingga harus diangkat dan dihela. Karena itulah pekalen tengah hanya diarungi oleh penggiat olahraga arung jeram saja seperti klub arung jeram, mahasiswa pecinta alam, dan  operator setempat.

Pukul 09.00 esok harinya, kami tiba di basecamp NOARS. Kami memang memilih operator ini karena rekomendasi dari Mas Rosyid, pemilik operator arung jeram Mendut Rafting di Sungai Elo, tempat biasanya kami berlatih. Dari sanalah kami  mengontak mas Alvaan, manajer NOARS, menjelaskan keinginan kami untuk mengarungi Pekalen dan meminjam perahu karet serta peralatan lainnya.

Kedatangan kami disambut hangat oleh teman teman dari Noars. Setelah perkenalan diri dan sedikit basa basi, kami dikejutkan oleh pernyataan mas Alvaan:

“Kalian udah dengar kabar belum? Dua hari lalu ada yang meninggal saat arung jeram di sungai ini, di Jeram Pilar, Pekalen bawah”.

Sontak kami saling berpandangan. Debit air di Pekalen memang lagi tinggi dikarenakan hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir ini. Dalam bayangan kami, debit yang tinggi justru meningkatkan kesenangan. Namun adanya berita musibah ini jelas membuat kami harus lebih berhati hati sebab bukan tak mungkin kamilah korban selanjutnya.

“Oke cah, hari ini tolong lakukan survey darat terutama untuk jeram jeram yang berbahaya dan lokasi musibah kemaren, nanti malam kita briefing teknis pengarungan” seru Sulung, anggota team paling senior dari kami. Survey darat dan briefing tentunya sudah ada dalam rencana pengarungan, namun nampaknya hal itu perlu ditegaskan kembali olehnya. Barangkali hal itu lebih dikarenakan kekhawatiran akan kemungkinan kejadian serupa yang mungkin saja terjadi pada kami. Siangnya, ditemani Muji, seorang river guide dari NOARS, Sidik, Faisol, dan Panji melakukan survey darat. Survey darat adalah istilah untuk orientasi jeram sebelum pengarungan yang dilakukan tanpa perahu tetapi melalui jalan darat di tepi tepi sungai. Jika orientasi jeram dilakukan pada waktu pengarungan hal ini dinamakan scouting atau mengintai jeram.

Malam harinya kami membahas rencana pengarungan besok. Sesuai rencana dari Jogja, kami akan mengarungi Pekalen atas, tengah, dan Pekalen bawah. Kami akan turun dengan tiga perahu. Sesuai prosedur standar operasi di Pekalen, setiap pengarungan harus menyertakan satu orang guide dari operator setempat dan sebuah perahu rescue. Pengarungan dilaksanakan dengan teknik river running system, dimana perahu melewati jeram satu persatu.

Debit air untuk pengarungan dinyatakan dalam tinggi muka air (TMA). Di Pekalen, batas aman TMA adalah 60. Dari hasil survey darat diketahui bahwa TMA hari ini adalah 40. Namun angka itu dapat berubah dalam sekejap jika didaerah hulu sungai turun hujan. Akhirnya kami memutuskan, jika TMA lebih dari 60, maka pengarungan ini akan kami tunda.

Jeram Welcome, Selamat Datang di Pekalen

Esok paginya, cuaca cerah mengiringi kami menuju start pengarungan. Dari jauh terlihat indahnya Gunung Lamongan dan Dataran Tinggi Hyang. Sesampai di start, kami segera mempersiapkan segalanya. TMA menunjukkan angka 40, masih sama seperti kemarin. Syukurlah, kami tak jadi menunda pengarungan, batinku.

Sesuai briefing tadi malam, tim di pecah menjadi tiga, Faisol, Sidik, Andre, Panji dan Mat (Noars master guide) di perahu 1, Sulung, Adnin, Reza, Argo dan Nyoman (Noars master guide juga) di team 2, sedangkan aku yang memegang dokumentasi perjalanan berada di perahu rescue bersama Mo, dan 3 orang lagi, semua dari Noars. Setelah briefing singkat, pemanasan, doa bersama dan toast penyemangat, pengarunganpun di mulai.

Hanya berjarak beberapa meter dari tempat perahu diturunkan, jeram pertama langsung menyambut kami, Jeram Welcome. Ya, selamat datang di Sungai Pekalen. Dengan teriakan semangat kami mulai mendayung. Arus utama yang kuat mengalir melewati badan sungai menghantam bebatuan besar ditengah, menyebabkan arus tersebut berbelok ke tepian kiri. Tak ayal perahu menghantam tebing di bibir sungai. Tanpa kuda kuda yang kuat, tubuh para awak perahu pasti terbanting, bahkan bukan tidak mungkin terjatuh dari perahu. Untunglah, satu persatu ketiga perahu kami dapat melewati jeram ini dengan mulus. Kami semua bersorak senang. Namun itu baru permulaan. Tipikal sungai daerah hulu pada Pekalen atas dengan penampang sempit dan banyak batu besar membuat jeramnya tak pernah putus, dan hampir tak ada flat, atau bagian sungai yang berarus tenang. Beberapa jeram terus kami lewati hingga tiba tiba terdengar suara gemuruh yang lebih kencang dari arah depan. Sebuah air terjun jatuh tepat diatas sungai yang kami arungi. Benar benar luar biasa. Tercium bau kotoran kelelawar saat perahu karet kami melintas persis dibawah aliran air terjun tersebut. Ternyata dibalik air terjun tersebut terdapat goa goa yang dihuni ratusan kelelawar. Pantas saja  baunya begitu menyengat.

Beberapa jeram yang cukup besar lainnya yang tercatat di Pekalen Atas adalah jeram Pandawa, jeram Extravaganza, jeram Matador, dan jeram Good Bye, sebelum akhirnya perahu kami tiba di finish pengarungan Pekalen Atas. Pengarungan Pekalen atas ini memakan waktu  ± 45 menit. Sejenak kami beristirahat, sembari makan siang, karena pengarungan masih akan berlanjut di Pekalen Tengah dan Pekalen Bawah.

Portaging di Air Terjun, Pekalen Tengah, dan Pekalen Bawah.


Pekalen Tengah merupakan bagian sungai Pekalen yang jarang di arungi. Kalaupun ada, menurut Mo tentulah pengarung tersebut berasal dari klub arung jeram, kelompok pecinta alam, ataupun guide setempat yang sedang berlatih. Hal ini, menurut dia lagi dikarenakan beberapa bagian sungai tidak bisa dilewati dan cukup berbahaya.

Benar saja, baru beberapa ratus meter mendayung, sebuah batang kayu besar melintasi badan sungai. Perahu terpaksa dihela di pinggir sungai untuk kemudian melanjutkan pengarungan. Setelah melewati Jeram Pelacur, kami kembali melakukan pengintaian jeram (scouting). Di sebuah jeram tak bernama di depan kami, nampaknya lagi lagi perahu kami tidak mungkin melewatinya dengan selamat. Batu batu yang membentuk jeram tersebut tampaknya terlalu rapat untuk dapat dilewati perahu. Kembali perahu dihela di pinggir sungai.
      
Pengarungan masih terus berlanjut. Jeram Banteng dan beberapa jeram tak bernama kami lewati. Tiba tiba terdengar suara gemuruh kencang di depan kami. Perahu menepi, dan tampaklah sebuah patahan yang membentuk air terjun dengan ketinggian + 4m. Badan sungai menyempit kira kira selebar satu badan perahu saja. Aliran arus utama tampak menghantam tebing sungai yang sedikit berbelok tersebut. Jeram ini tak mungkin dilewati, perahu pun tak mungkin dihela karena badan sungai  yang sempit. Akhirnya perahupun diangkat melalui jalan darat melewati jeram tersebut, dalam  arung jeram dikenal dengan istilah portaging. Tak dapat dibayangkan bila perahu kami terseret arus utama dan melewati air terjun tersebut, mungkin kami sudah tinggal nama.
      
Setelah beberapa jeram selanjutnya akhirnya kami sampai juga di finish pekalen tengah, yang sekaligus merupakan start Pekalen bawah. Kami beristirahat sejenak melepaskan penat. Pengaturan tenaga sangat dibutuhkan untuk pengarungan pengarungan yang agak panjang seperti saat ini.

Pekalen bawah merupakan etape terakhir dari pengarungan sungai Pekalen. Badan sungai di bagian ini sudah lebih lebar dibandingkan 2 etape sebelumnya, dan di beberapa tempat terdapat flat atau bentukan sungai yang datar, yang jarang dijumpai pada bagian sebelumnya. Namun tak berarti itu menjadikannya lebih mudah. Jeram jeramnya masih cukup menantang. Setelah melewati Jeram Selamat Datang Pekalen bawah, kami mlewati Jeram Pilar. Di jeram Pilar itulah beberapa hari yang lalu seorang pecinta alam dari UPN veteran Surabaya meninggal. Selain dua jeram diatas masih ada beberapa jeram lagi yang cukup besar,  diantaranya adalah Jeram God Bless dan Marlboro.
     
Akhirnya, sekitar pukul 15.00 WIB, pengarungan kami berakhir. Bersama sama dengan seluruh tim kami kembali ke basecamp Noars, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan menuju Jogja kembali. Dalam hati kuucapkan selamat tinggal Pekalen, arus derasmu telah mengambil satu tempat tersendiri di memor otakku. (echa)


Comments

Popular posts from this blog

Sedikit Catatan Soal Penerbitan Munnu: Bocah dari Kashmir

Buku Buku Kaum Pecinta Alam

Resensi Film: Main Kayu ( Dokumenter tentang Ketidak adilan Kehutanan di Jawa)