Mantra - Aziza Noor & R. Amdani, review sebuah novel grafis


Saya naksir komik/novel grafis ini bahkan sebelum membaca isinya. Dimulai dari melihat gambar sampulnya saat berkelana di dunia maya, dan melihat versi onlinenya di website komik MAKKO, kemudian akhirnya mendapatkan versi cetaknya beberapa waktu yang lalu di sebuah pameran komik tribute to Man, salah satu komikus ternama Indonesia.

Novel grafis ini digambar oleh Aziza Noor dan ceritanya dibuat oleh R. Amdani. Melihat gambar gambar di novel grafis ini, barangkali Mantra bisa di golongkan ke dalam genre Noir comic (hehehe, saya sok tahu). Yang jelas, saya suka gambar yag kelihatannya seperti dibuat dengan cat air ini (lagi lagi saya sok tahu). Halus, dalam, dan bikin suasana komiknya jadi agak seram, sesuai dengan temanya yang agak mistis mistis ini.

Novel grafis ini berkisah tentang Ratri, seorang pelukis muda yang sukses, namun mendapat tudingan tudingan miring dari banyak orang bahwa karyanya hanyalah mengikuti dari karya seorang pelukis senior dengan teknik dan gaya yang hampir sama. Keberhasilan serta tudingan tudingan itu justru membuat Ratri depresi, stress. Adegan adegan di awal komik ini mengingatkan saya pada bagian bagian awal film Pintu Terlarang karya Joko Anwar.

Oke kembali ke Ratri, ia akhirnya justru mendapatkan kesempatan berkolaborasi dengan tokoh senior tersebut, Ibu Wid, dan ia tambah depresi, di kejar deadline, dan mengalami kebuntuan ide. Ia pun mencoba berlibur ke rumah seorang temannya, yang orangtuanya mengelola sebuah sanggar tari. Di situ ia menemukan sebuah buku yang berisi sebuah mantra kuno, yang ketika ia membacanya, sukmanya terpisah dari raganya, dan berkelanan. Semacam ilmu Meraga Sukma. Dalam perjalanan jiwanya itu ia bertemu rangga, yang kemudian memberinya pengetahuan tentang esensi dari berkesenian. Dan Ratripun mendapatkan kembali semangatnya dalam melukis.

Alur cerita dalam novel grafis ini ringan saja, tapi saya suka dengan pemilihan temanya. Melukis, menari, dan Meraga Sukma. Kesannya dingin, ditambah gaya gambar yang sangat menunjang untuk terbangunnya suasana dingin itu. Di situlah letak kekuatan novel grafis ini, sehingga ketika membacanya kita jadi hanyut terbawa suasana yang dibentuk dari cerita dan gambarnya. Dan pastinya novel grafis ini menunjukkan bahwa kita (negeri ini) punya banyak komikus keren, dengan berbagai genre yang variatif, dan jauh dari kata membosankan. Bravo komik Indonesia!! (Chandra Agusta, sebuah subuh di kamar 3x3, di surabaya)

Comments

Popular posts from this blog

Sedikit Catatan Soal Penerbitan Munnu: Bocah dari Kashmir

Buku Buku Kaum Pecinta Alam

Resensi Film: Main Kayu ( Dokumenter tentang Ketidak adilan Kehutanan di Jawa)