Epileptik, Novel Grafis yang Yahud 2

Ini adalah sebuah novel grafis autobiografi buah karya David B., seorang seniman komik Prancis, yang menurut The Comics Journal adalah salah satu seniman komik paling penting dan inovatif di Eropa. Di Indonesia novel grafis ini diterjemahkan oleh Dini Pandia, dan diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, dan aku mendapatkannya dari pemberian seorang teman setelah aku menraktirnya nonton sebuah gigs kecil sebuah band beraliran grunge di sebuah pub di Surabaya. Terimakasihku untuk mereka bertiga. Novel grafis ini berkualitas. Aku orgasme membacanya.

Sudah kubilang, ini autobiografi sang komikus, David B. Bukan komik penuh adegan kekerasan bergambar tokoh tokoh berotot hasil doping steroid, juga bukan komik penuh muka muka innocent
bermata bulat dengan garis garis tipis dari negeri yang sesungguhnya memiliki mata yang sipit sipit itu. Yang tidak tertarik dengan kisah yang tidak terlalu dramatik dan heroik tak perlu baca ini novel grafis.

David B. terlahir dengan nama kecil Pierre Francoise Beauchard di sebuah kota kecil dekat Orleans, Prancis. Memiliki seorang kakak, Jean Christophe, dan adik, Florence, mereka bertiga menghabiskan masa kecil yang indah dengan teman teman tetangga mereka disekitar rumah. Semua berubah dengan drastis saat sang kakak, Jean Christope, terserang penyakit epilepsi. Masa kecilnya berubah menjadi menyedihkan. Dalam rangka mengobati sang kakak, orang tua mereka membuat masa kecil Pierre francois di habiskan dengan mengunjungi segala jenis pengobatan, seperti ahli akupunktur, terapi magnetis, para medium, dan komunitas komunitas makrobiotik. Tak ada yang berhasil, kesehatan Jean Christope semakin memburuk.

Hidup Pierre Francoise dipenuhi kemarahan dan kebencian, kepada para pengobat palsu itu, dan kepada sang kakak yang kemudian, karena sakit, telah mengabaikannya. Kehidupan keluarga yang hangat telah lewat. Epilepsi itu mengubah segalanya. Pierre yang marah menyalurkannya dengan menggambar adegan adegan perang yang detail dan aneh, menggambarkan bagaimana keinginannya untuk bertahan dan menyerang keadaan yang mendera keluarganya, yang juga otomatis membuatnya menderita, kekurangan perhatian, penuh kekecewaan kepada dunia, namun berusaha keras menghadapinya.

Segala kegalauan dan curahan hatinya terlukis dengan baik dengan medium gambar dan balon balon teks di novel grafis ini. Lugas, tak ada adegan dramatik yang berlebihan, dengan gambar hitam putih yang apik, namun benar benar menghanyutkan, penuh kejujuran yang sederhana. Novel grafis yang yahud, seperti juga Blankets karya Craig Thompson, yang juga autobiografi.

Di akhir tulisan, saya selalu menyempatkan diri berharap, semoga novel grafis bergenre autobiografi seperti ini ada yang bikin di Indonesia, oleh seniman komik Indonesia. Siapa sajalah, Beng Rahadian, Aziza Noor, Erwin Prima Arya, Dwi Aspitono, Pidi Baiq, Terra Bajragosa, Asnar Zacky, atau Prihatmoko Moki, Eko Nugroho dan Agung Komikaze sekalian. Salam komik.

Comments

Popular posts from this blog

Sedikit Catatan Soal Penerbitan Munnu: Bocah dari Kashmir

Buku Buku Kaum Pecinta Alam

Resensi Film: Main Kayu ( Dokumenter tentang Ketidak adilan Kehutanan di Jawa)