Garis Kontur dan Kesia-siaan Selama 40 Menit (Interview Singkat Bersama Bucek Raya)





Dalam minggu yang sama ketika Hail Jhon merilis album ke duanya: Garis Kontur, kota Palu dilanda gempa, dan Padang, kota yang lebih membutuhkan cahaya ulama ketimbang cahaya lilin ataupun lampu listrik itu, dilanda banjir besar. 1 anugerah dan 2 bencana sekaligus dalam 1 minggu. Memang ada baiknya kita menganggap album ke dua Hail Jhon sebagai anugerah saja, ketimbang mengatakan bahwa ada 3 bencana terjadi dalam minggu yang sama di awal Juni. Lalu, penting juga untuk dicatat: di minggu yang sama itu juga, saya pindah kamar kost dengan alasan yang hampir tidak ada. 1 anugerah, 2 bencana, dan 1 peristiwa tanpa makna. Betapa.

Di kamar baru yang panasnya seperti suhu tubuh orang yang terkena demam, saya mendengarkan Garis Kontur melalui Deezer. Pelantang portabel saya pasang di telinga, lalu saya pencet tombol play di aplikasi musik daring tersebut. 8 lagu yang ada di album itupun berputar selama kira-kira 40 menit. Sampai di menit terakhir, saya tahu 40 menit dalam hidup saya telah berlalu sia-sia dan tanpa faedah, tapi itu bercanda. Secara pribadi saya harus mengatakan salut, bahwa dengan kesibukan mereka pada pekerjaan harian yang hampir tidak ada kaitannya dengan seni-senian, Hail John, masih sempat juga menyelesaikan album ini, sementara teman-teman seangkatan mungkin sibuk memikirkan politik kantor yang membosankan.

Saya tidak ingin bicara soal musikalitas atau apalah, lebih karena saya tak punya cukup wawasan di situ, tapipak saya memang menyukai hal hal yang bersifat amatir, mentah, dan punya ekspresi personal yang tinggi, serta hal-hal yang dekat dengan saya. Itulah sebabnya, seperti yang anda tahu — mudah-mudahan anda tahu — bahwa saya ­adalah pembaca dan kolektor zine dan komik fotokopi, untuk alasan yang sama.

Kembali ke Hail John, selain soal ekspresi personal dan kelokalannya, yang paling menarik perhatian saya adalah lirik-lirik dalam lagu lagu mereka kali ini. Masih mempertahankan corak lama, mereka masih menulis lagu tentang alam, bencana, naik gunung, dan hal hal semacam itu. Dari total 8 lagu, saya intens mendengarkan 2 lagu yang berjudul Savana dan Di Tenda. Saya menyukai diksi yang digunakan, kebetulan 2 lagu ini ditulis oleh Bucek Raya, yang menurut saya unik.

Saya kemudian, lagi-lagi tanpa alasan yang jelas, mencoba melakukan interview dengan Bucek via whatsapp, untuk mengorek-ngorek apa saja yang bisa dikorek asal jangan lubang pantat.

Keterangan: PGB adalah saya dan BR adalah Bucek Raya.

***
PGB: Saya mendengarkan lagu Di Tenda, dan merasa bahwa lirik itu terdengar cocok untuk soundtrack film petualangan anak-anak macam Petualangan Sherina, apa pendapatmu tentang pendapatku barusan?

BR: Haha… bisa jadi sih, mungkin karena anak jaman sekarang lebih gampang depresi dibanding anak jaman 90an dulu jadi saya rasa cocok. Asal bukan film Joshua oh Joshua ya karena itu gak nyambung.

PGB: Lirikmu puitis. Siapa yang menjadi acuanmu menulis lirik? Apakah Pak Kasur, A.T. Mahmud, dan Ibu Sud masuk dalam daftar referensimu untuk menulis lagu?

BR: Sebenernya gak ada acuan khusus, cuma seneng aja dengerin band-band indie lokal yg liriknya ajaib. Yang pasti bukan dari kedua tokoh tersebut, karena sekarang pun saya lupa lagu-lagunya. Astaghfirullah.

PGB: Hahaha. Apakah kamu pernah terpikir untuk ubah profesi jadi penyair macam Sitok Srengenge?

BR: Pengennya sih begitu, tapi bikin lagu aja saya masih kesusahan mas!

PGB: Wkwkwkwk. Apakah menjadi personel band bisa untuk hidup?

Percakapan terhenti cukup lama…



PGB: Oke, karena pertanyaan ini agak susah dijawab (terlihat dari lamanya anda membalas), pertanyaannya saya ganti: Apakah anda berharap album ini laku seperti kaos kaki bermerk xRUMBLEX atau maternal disaster?

BR: Wkwk bentar toh. Lagi di Tanah Abang (mungkin maksudnya Stasiun Tanah Abang; red) ki. Chaos

PGB: Tanah abang sekarang suda bagus stasiunnya

BR: Saya yakin hampir tidak ada personel band yg hidup 100% dari ngeband, ya rata2 dari mereka minimal punya distro, atau studio. Parahnya juga ada yg jualan bakso. [untuk pertanyaan 1; red]

Saya sadar dewasa ini masyarakat udah lebih pintar, mana barang premier mana barang tersier. Dan sudah pasti kaos kaki lebih berharga ketimbang cd album. [untuk pertanyaan 2; red]

Oh iya dong berkat gubernur yg kemaren~ [untuk pertanyaan 3; red]

Udah ah dilanjut setelah pariwara berikut...

PGB: Hahaha... masih panjang nih daftar pertanyaanku

BR: Haha sial...

PGB: Tolong dijawab kalo ada waktu senggang ya: Apakah mapala punya kesempatan untuk, katakanlah, mengembangkan ekspresi dan karir lewat musik?

BR: Kenapa nggak, mapala itu intelektual muda. Pola pikirnya pasti bisa mengembangkan isu yang ada di sekitarnya lewat apa aja, termasuk musik. Jadi kesempatan ini sangat terbuka. Apalagi kita tahu sendiri di Indonesia terdiri macam-macam golongan, macam-macam latar belakang bisa sukses lewat musik mereka karena emang punya pasar masing-masing.

Hadeh kepanjangan…

Sesi interview terhenti karena Sholat Jumat... sesi ini ku akan perkenalkan Bucek Raya dalam bentuk foto



PGB: Mantav, gimana isi khotbah di tempatmu barusan...?

BR: Tentang jihad dengan harta, tadi gimana khotbahnya?

PGB: Sama sekali tidak terdengar... Tapi yang jelas sudah tidak politis,

BR: Oh kirain peyan yg khotbah…

PGB: Khotbah politis sudah berkurang drastis pasca pilkada.

BR: Haha udh terhitung beberapa minggu ini lah...

PGB: Tapi tidak dengan band. Band-band berlirik politis masih banyak. Yang agak ke aktivisme lingkungan hidup juga banyak. Pendapat anda tentang band yang liriknya tentang lingkungan hidup dong... 

BR: Masih banyak tema lain Bro, udah lah kasih ruang buat Hail Jhon, wkwk… Ketok lemah banget ya…?

PGB: Wah saya ikut mengamini saja. By the way, seberapa jauh sih keterlibatanmu di album ini? Saya dengar-dengar kabar angina kalau semua suara drum & perkusi digantikan oleh software komputer, apakah itu benar?

BR: Hahaha enak aja ini beneran rekaman drum overdub ya, jadi sebelum saya pergi ke Jakarta, (saya; red) nyelesain 8 lagu ini selama 10 shift (10 jam) dalam 3 hari kalo gak salah, dengan guide ala mandor (ini maksudnya Ndaru; red) yang salah-salah. Wkwk. Selebihnya urusan mas Eta dan personel.

Bocoran aja nih, dari 8 lagu itu cuma "Tanam Jaga" yang ketukan  drum, gitar dan lain-lainnya baru dicari-cari saat recording, ckck…

PGB: Haha maav yah, aku sudah suudzon. Kali ini serius, soal lirik: Apa maksud anda dengan "cairkan yang panas" dalam lirik Savana? Bukankah yang perlu dicairkan biasanya beku dan yang beku itu biasanya dingin?

BR: Nganu, dalam sebuah forum kadang suka ada yg namanya beda pendapat, setelah itu lanjut berdebat dan memanas. Jadi hangatkan yg dingin cairkan yg panas itu intinya sama, angkat gelaas~ wqwq…

PGB: Hmmm bolejuga bolejuga... dan apakah  "terlalu tinggi malam ini" dalam Savana, itu menunjukkan fase trance, atau ekstase, alias mabuk-mabukan?

BR: Kalo ini sebenernya fase masih sadar, apatuh namanya. Lebih ke- malam masih panjang, masih banyak hal yg bisa dilakukan.

PGB: Oh oke... dengar-dengar anda mengikuti jejak beberapa musisi tanah air, misalnya Themfuck Jeruji, kembali ke jalan Tuhan... Apakah itu sebuah siklus wajib bagi musisi-musisi atau gimana?

BR: Wkwk Themfuck Jeruji & kembali ke jalan Tuhan ki opo? Baru denger…

PGB: Hahaha... lupakan, itu pertanyaan kelas infotainment murahan. Bukan kelas gerbongbelakang.blogspot.com. Nih pertanyaan berkelas: Apakah Hail Jhon benar benar punya kontribusi untuk kelestarian alam? Saya agak kurang yakin dengan hal ini..

BR: Nah pantesaan wkwk… maklum udah gak ngikutin mz

PGB: Jangan terlalu dipikirin banget lo mas.. kalo gabisa jawabnya bilang "pass" aja

BR: Haha itu yang saya bingung juga, parameter kontribusi seperti apa, yang bagaimana karena luas. Kalau dipaksa jawab, emang gak seberapa sih cenderung sebisanya, paling cuma bantu mengisi acara di beberapa acara kelestarian lingkungan, contohnya penanaman anggrek, penanaman mangrove, sungai bersih dan apalagi saya lupa. Dan kalo masnya main ke daerah lereng barat Merapi ada tuh pohon atas nama Hail Jhon. Itu yg kami harapken menjadi bagian kecil kami dalam melestarikan alam, semoga.
Wkwk gak enak kalau kepanjangan macak UAS (Ujian Akhir Semester; red) wae…

PGB: Terakhir ini, apakah anda membaca gerbongbelakang.blogspot.com?

BR: Woh tentuu, ini media acuanku sebelum baca vice atau tirto.

PGB: Wah kami tersanjung. Terima kasih. Mungkin kami akan mempertimbangkan untuk bikin infografik tentang apa saja dan mulai membuat kalimat dengan "Terungkap! Ini kelakuan biadab anggota Hail Jhon". Ups maav, itu headline postmetro.



Comments

Popular posts from this blog

Sedikit Catatan Soal Penerbitan Munnu: Bocah dari Kashmir

Buku Buku Kaum Pecinta Alam

Resensi Film: Main Kayu ( Dokumenter tentang Ketidak adilan Kehutanan di Jawa)